“Wong pualing digdoyo itu adalah orang yang bisa istiqomah menjalankan sholat 5 waktu dg berjamaah, plus rowatibnya.” Begitulah Gus Sentot mengingatkan kepada para sahabat BANSER di acara Istighotsah YAMISDA AL IHSAN Kota Depok, yang sekaligus memulai ritual penggemblengan. Dan salah satu jalan yang ditempuh agar bisa “bahagia” melakukannya adalah dengan membangun pondasi ma’rifah dan mahabbah untuk melakukan ibadah.
Pertanyaan yang sempat terbesit adalah; bagaimana kita bisa tahu “ibadah” seperti apa yang bisa membuat kita bahagia menjalaninya? Pertanyaan ini muncul dalam obrolan tengah malam bareng Ndan Reno. Karena segala sesuatu ada teori dan terapannya, maka apa yang terjadi adalah tentang bagaimana kita bisa melihat sesuatu itu dengan positive thinking. Jadi, nikmati saja hidup ini. Dan menikmati hidup itu adalah tentang keragaman jawaban atas pertanyaan; “Seberapa lama kita menghadapi? Seberapa berat kita menanggung? Seberapa kuat kita bertahan? Seberapa konsisten kita melakukan?”
Itulah konsistensi dan ke-istiqomah-an seutas tali yang melingkari bumi pada lambang Jam’iyyah NU. Dua simpul yang berada di bawah memberikan makna, bahwa pertanyaan-pertanyaan di atas akan kembali pada tanggung jawab atas diri kita masing-masing.
Belajar pada beberapa fenomena dan dinamikanya, keyakinan dan keihlasan langkahlah yang bisa menjadi pijakan agar
bisa terus bertahan menghadapi;
bisa terus menanggung segala konsekwensi;
bisa terus tegar menjalani;
bisa terus ihlas melalui. Ust. Ta’in menceritakan hal ini dengan kisah-kisah dan kehidupan ala pesantren yang membuat kami terpingkal di malam menjelang sepertiga akhirnya.
Bojong Lio, 24092019